Gaya Hidup – Kisah artis SH yang batal berlaga di Pekan Olahraga Nasional (PON) baru-baru ini menarik perhatian publik. Bukan sekadar karena ia seorang atlet berprestasi, tetapi lebih karena alasan di balik kegagalannya-yakni ketidaklengkapan dokumen administratif seperti NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial).
Ketidakpatuhan dalam hal ini menjadi sorotan karena berhubungan langsung dengan berbagai hak dan kewajiban yang seringkali di abaikan, bahkan oleh mereka yang berprofesi di bidang prestasi tinggi.
ketidakpatuhan administratif menciptakan masalah yang berujung pada kegagalan impian dan harapan. Di balik kejadian ini, terdapat pelajaran yang sangat berharga bagi masyarakat luas, terutama mereka yang sering memamerkan gaya hidup mewah atau kerap di kenal sebagai fenomena “flexing”.
Orang-orang yang senang menampilkan pencapaian materi di media sosial ini seringkali mengabaikan aspek-aspek penting terkait kewajiban pajak dan jaminan sosial.
SH, meskipun di kenal sebagai sosok yang memiliki karier cemerlang di dunia olahraga. Menjadi contoh bahwa kesuksesan yang di tampilkan ke publik tidaklah cukup jika kewajiban administratif yang mendasar tidak terpenuhi.
Peraturan terkait NPWP dan BPJS adalah bagian integral dari kewajiban setiap warga negara, tanpa terkecuali.
Fenomena ini membuka diskusi lebih luas tentang realitas di balik gaya hidup mewah. Banyak orang berlomba-lomba menunjukkan kekayaan dan prestasi, tetapi sering mengabaikan aspek legal yang harus di penuhi.
Kasus SH memperlihatkan bahwa keberhasilan tidak hanya di nilai dari apa yang tampak di permukaan, tetapi juga dari kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.
Ini adalah pengingat bahwa dalam mengejar mimpi besar, aspek administrasi dan kewajiban hukum tidak boleh di abaikan-baik oleh para atlet, pengusaha, maupun masyarakat umum.
Bagi seorang atlet yang telah berlatih bertahun-tahun, kegagalan mengikuti PON karena urusan administrasi menjadi pukulan telak.
SH yang telah bekerja demi meraih mimpi, harus menerima kenyataan pahit bahwa ketidakpatuhan terhadap persyaratan nadministratif bisa merusak segalanya.
Mengapa kelengkapan adminstrasi, seperti NPWP, menjadi begitu penting? Pertama, NPWP bukan hanya sekadar alat untuk mengikuti pajak, tetapi juga menjadi salah satu syarat dasar dalam berbagai transaksi resmi, mulai dari perbankan hingga jaminan sosial.
Kedua, BPJS Kesehatan adalah syarat vital bagi setiap warga negara, khususnya atlet, untuk mendapatkan akses layanan kesehatan memadai.
Namun, Kasus ini tidak hanya tentang atlet. Ini mencerminkan kecenderungan masyarakat luas yang mengabaikan pentingnya administrasi, terlebih bagi mereka yang lebih fokus pada penampilan luar, seperti gaya hidup mewah yang sering di pamerkan di media sosial.
Flexing dan abai pajak
Budaya “flexing” kini menjadi fenomena sosial yang kian marak. Media sosial penuh dengan individu yang menunjukkan gaya hidup glamor, liburan mewah, dan barang-barang bermerek. Namun, apakah mereka semua sadar akan kewajiban perpajakan mereka?
Flexing tidak selalu sejalan dengan kepatuhan terhadap pajak. Beberapa kasus publik figur yang tersandung masalah perpajakan menjadi contoh nyata bahwa pame kekayaan tidak selalu mencerminkan tanggung jawab hukum.
Menurut data terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak, tingkat kepatuhan pajak individu di Indonesia masih berada di angka rendah. Hanya sekitar 60 persen dari total wajib pajak yang memenuhi kewajibannya.
Ketidakpatuhan ini terutama terlihat di kalangan kelas menengah ke atas yang justru paling sering terlibat dalam budaya flexing.
keterkaitan antara gaya hidup mewah dan ketidakpatuhan pajak juga tercermin dalam berbagai operasi pemeriksaan yang di lakukan oleh otoritas perpajakan.
Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa pada 2024, ada peningkatan pemeriksaan terhadap individu dengan gaya hidup mewah yang tidak sesuai dengan jumlah pajak yang mereka laporkan. Hal ini menunjukkan bahwa di balik penampilan luar yang glamor, banyak yang mengabaikan kewajiban dasar seperti NPWP.
Kasus SH adalah contoh konkret dari konsekuensi serius ketidaklengkapan administrasi, terutama di kalangan individu yang seharusnya lebih sadar akan pentingnya mematuhi peraturan.
Tidak hanya menghambat prestasi di bidang olahraga, ketidakpatuhan terhadap administrasi dan perpajakan juga dapat merusak citra pribadi serta menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.
Dalam konteks lebih luas, ketidakpatuhan terhadap pajak dan administrasi bisa memengaruhi stabilitas ekonomi negara. Pajak adalah salah satu sumber pendapatan negara yang paling vital untuk membiayai berbagai program pembangunan, termasuk kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
Dengan rendahnya kepatuhan pajak di kalangan masyarakat, negara kehilangan potensi pendapatan besar, pada gilirannya memengaruhi kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Baca juga: Tips Memadukan Warna Outfit untuk Laki-laki
Kegagalan SH mengikuti PON harus menjadi momentum untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kepatuhan administrasi dan perpajakan.
Terlepas dari profesi atau status sosial. Kelengkapan administrasi seperti NPWP dan BPJS adalah kewajiban yang harus di penuhi oleh setiap warga negara.
Pemerintah perlu memperkuat edukasi tentang pajak dan administrasi, bukan hanya melalui kampanye formal. Tetapi juga dengan menggandeng figur publik yang dapat menjadi contoh bagi masyarakat.
Pengetahuan tentang administrasi dan perpajakan harus di tanamkan sejak dini, baik di sekolah maupun di ruang-ruang publik. Sehingga masyarakat tidak hanya fokus pada tampilan luar, tetapi juga sadar akan tanggung jawab mereka sebagai warga negara.
Kisah SH mengajarkan bahwa gaya hidup dan prestasi tidak bisa menggantikan pentingnya administrasi yang tertib.
Di era modern ini, pamer gaya hidup mewah atau flexing tanpa di iringi kepatuhan terhadap pajak dan administrasi hanya akan membawa dampak negatif di kemudian hari.
Untuk mencapai sukses sejati, baik sebagai atlet, pengusaha, atau masyarakat umum, kepatuhan terhadap aturan adalah hal yang mutlak.